MAKALAH
“IPS
SD”
PENDEKATAN
CONTEXTUAL
DALAM
PEMBELAJARAN IPS SD
Dosen
Pembimbing:
RIA FAJRIN,M.Pd
Kelompok
2
1.
Berliani
Maqrifatul R. (14186206218)
2.
Nurul hidayati (14186206216)
3.
Gadis anugerah (14186206217)
4.
Lilis Arinatul J (14186206210)
5.
Rio riska (14186206341)
6.
Nita agustina (14186206221)
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR(PGSD)
STKIP
PGRI TULUNGAGUNG
TAHUN 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG MASALAH
Sekolah sebagai
lembaga pendidikan berusaha secara terus menerus dan terprogram mengadakan
pembenahan diri di berbagai bidang baik sarana rangka dan prasarana, pelayanan
administrasi dan informasi serta kualitas pembelajaran secara utuh dalam
peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan tidak hanya bergantung
pada faktor guru saja, tetapi berbagai faktor lainnya juga berpengaruh untuk
menghasilkan keluaran atau out put proses pengajaran yang bermutu. Namun pada
hakikatnya guru tetap merupakan unsur kunci utama yang paling menentukan, sebab
guru adalah salah satu unsur utama dalam sistem pendidikan yang sangat
mempengaruhi pendidikan.
Salah
satu peran guru sebagai tenaga pendidik dalam rangka meningkatan mutu
pendidikan adalah menciptakan pembelajaran yang berkualitas dalam kelas.Dalam
melaksanakan pembelajaran di kelas diperlukan keterampilan dari seorang guru
agar anak didik mudah memahami materi yang diberikan guru. Jika guru kurang
menguasai strategi mengajar maka siswa akan sulit menerima materi pelajaran
dengan sempurna. Guru dituntut untuk mengadakan inovasi dan berkreasi dalam
melaksanakan pembelajaran, sehingga hasil belajar siswa memuaskan.
Pembelajaran merupakan
serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses
belajar pada siswa serta sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan siswa
yang direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar siswa
dapat mencapai tujuan pembelajaran secara aktif, efektif, dan efisien.
Pembelajaran merupakan sesuatu yang kompleks, artinya segala sesuatu yang
terjadi pada proses pembelajaran harus merupakan sesuatu yang sangat berarti
baik ucapan, pikiran maupun tindakan.
Kenyataan
umum yang dapat dijumpai di sekolah dasar menunjukkan bahwa sebagian besar
pembelajaran IPS diberikan secara klasikal dengan model pembelajaran yang
berfokus pada pembelajaran konsep yang bersifat hafalan dan di dominasi guru
tanpa banyak melihat kemungkinan penerapan metode lain yang sesuai dengan jenis
materi, bahan dan alat yang tersedia. Akibatnya, siswa kurang berminat untuk
mengikuti pelajaran yang diajarkan oleh guru tersebut dan tidak ada motivasi
dari dalam dirinya untuk berusaha memahami apa yang diajarkan oleh guru, yang
akan mempengaruhi hasil belajarnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Somerset
dan Suryanto dalam Angkowo (2007:33) yang menyebutkan bahwa pembelajaran
klasikal yang didominasi oleh guru mengakibatkan siswa kurang mencerna materi
secara aktif dan konstruktif dimana siswa hanya mendengarkan penjelasan guru
dan kurang aktif dalam proses pembelajaran, sehingga berpengaruh pada rendahnya
hasil belajar siswa.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Dalam makalah
ini kami ingin membahas masalah yang dapat kami rumuskan sebagai berikut:
1.
Hakekat
pendekatan kontextual dalam pembelajaran IPS SD
2.
Karakteristik
pendekatan kontextual dalam pelajaran IPS SD
3.
Prosedur
penerapan pendekatan kontextual dalam pembelajaran IPS SD
4.
Implikasi
penerapan pendekatan kontextual dalam pembelajaran IPS SD
C.
TUJUAN
PEMBAHASAN
1.
Memenuhi Program materi bahasan IPS SD
2.
Mengetahui tentang Hakekat pendekatan
kontextual dalam pembelajaran IPS SD, Karakteristik pendekatan kontextual dalam
pelajaran IPS SD, Prosedur penerapan pendekatan kontextual dalam pembelajaran
IPS SD, Implikasi penerapan pendekatan kontextual dalam pembelajaran IPS SD
BAB II
PEMBAHASAN
A.
HAKEKAT PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Pengertian Menurut Para Ahli
Ø Menurut Muslich (2007:41) pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and
learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara
materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sehari-hari.
Ø Komalasari (2010:7) menyatakan bahwa
pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara
materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam
lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan tujuan
untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya.
Ø Sanjaya (2005),
suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa
secara penuh untuk menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan
situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk menerapkannya dalam
kehidupan mereka.
Ø Menurut Depdiknas (2003 : 5), konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan perencanaan dalam kehidupan mereka sehari-hari.
” Jadi, Dapat Disimpulkan bahwa
pendekatan kontekstual adalah konsep belajar atau pendekatan pembelajaran yang
dapat digunakan untuk membantu guru dalam mengaitkan antara materi pembelajaran
atau materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik
dalam lingkungan, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan tujuan untuk
menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya dan menjadikannya dasar
pengambilan keputusan atas pemecahan masalah yang akan dihadapi siswa dalam
kehidupan sehari-hari.
Ada
tujuh indikator pembelajarn kontekstual sehingga bisa
dibedakan dengan model lainnya, yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi,
penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh),
questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan,
evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning community (seluruh siswa
partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on,
mencoba, mengerjakan), inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis,
konjektur, generalisasi, menemukan), constructivism (membangun pemahaman
sendiri, mengkonstruksi konsep-aturan, analisis-sintesis), reflection (review,
rangkuman, tindak lanjut), authentic assessment (penilaian selama proses dan
sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha siswa, penilaian
portofolio, penilaian seobjektif-objektifnya darei berbagai aspek dengan
berbagai cara.
B. Tujuh Komponen Pembelajaran Kontekstual
1) Konstruktivisme (constructivism).
Kontruktivisme merupakan landasan
berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal,
mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar dimana
siswa sendiri aktif secara mental mebangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh
struktur pengetahuanyang dimilikinya
·
Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman
baru berdasar pada pengetahuan awal.
·
Pembelajaran harus dikemas menjadi proses
“mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan
2)
Inquiry (Inquiry).
Menemukan merupakan bagaian inti
dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual Karen pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat
fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan menemukan (inquiry)
merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi (observation), bertanya
(questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data
gathering), penyimpulan (conclusion)
·
Proses perpindahan dari pengamatan menjadi
pemahaman.
·
Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir
kritis
3)
Questioning
(Bertanya)
Pengetahuan yang dimiliki
seseorang selalu dimulai dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaan
berbasis kontekstual. Kegiatan bertanya berguna untuk : 1) menggali informasi,
2) menggali pemahaman siswa, 3) membangkitkan respon kepada siswa, 4)
mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, 5) mengetahui hal-hal yang sudah
diketahui siswa, 6) memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru,
7) membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, untuk menyegarkan
kembali pengetahuan siswa.
·
Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan
menilai kemampuan berpikir siswa.
Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam
pembelajaran yang berbasis inquiri
4)
Learning
Community (Masyarakat Belajar)
Konsep masyarakat belajar
menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dari orang lain.
Hasil belajar diperolah dari ‘sharing’ antar teman, antar kelompok, dan antar
yang tau ke yang belum tau. Masyarakat belajar tejadi apabila ada komunikasi
dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran
saling belajar.
·
Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan
belajar.
·
Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada
belajar sendiri.
·
Tukar pengalaman.
5)
Modeling
(Pemodelan)
Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang
dipikirkan, mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar
dan malakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Dalam
pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang
dengan ,elibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar.
·
Proses penampilan suatu contoh agar orang lain
berpikir, bekerja dan belajar.
·
Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa
mengerjakannya
6)
Reflection (
Refleksi)
Refleksi merupakan cara berpikir
atau respon tentang apa yang baru dipelajari aau berpikir kebelakang tentang
apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru
menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa pernyataan
langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.
·
Cara berpikir tentang apa yang telah kita
pelajari.
·
Mencatat apa yang telah dipelajari.
·
Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok
7)
Authentic
Assessment (Penilaian Yang Sebenarnya)
Penilaian
yang sebenarnya ( Authentic
Assessment). Penialaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa
memberi gambaran mengenai perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran
berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar
bisa memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus penilaian
adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta penilaian
dilakukan terhadap proses maupun hasil.
·
Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa.
·
Penilaian produk (kinerja).
· Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual
C.
Prinsip-prinsip
dalam Pembelajaran Kontekstual
Model pembelajaran kontekstual mengacu pada sejumlah prinsip
dasar pembelajaran. Menurut Ditjen Dikdasmen Depdiknas 2002, dalam Gafur (2003:
2) menyebutkan bahwa kurikulum dan pembelajaran kontekstual perlu didasarkan
pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
a)
Keterkaitan, relevansi (relation).
Proses belajar hendaknya ada keterkaitan dengan bekal pengetahuan (prerequisite
knowledge) yang telah ada pada diri siswa.
b)
Pengalaman langsung (experiencing).
Pengalaman langsung dapat diperoleh melalui kegiatan eksplorasi, penemuan (discovery),
inventory, investigasi, penelitian dan sebagainya. Experiencing dipandang
sebagai jantung pembelajaran kontekstual. Proses pembelajaran akan berlangsung
cepat jika siswa diberi kesempatan untuk memanipulasi peralatan, memanfaatkan
sumber belajar, dan melakukan bentuk-bentuk kegiatan penelitian yang lain
secara aktif.
c)
Aplikasi (applying). Menerapkan
fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang dipelajari dalam dengan guru, antara
siswa dengan narasumber, memecahkan masalah dan mengerjakan tugas bersama
merupakan strategi pembelajaran pokok dalam pembelajaran kontekstual.
d)
Alih pengetahuan (transferring). Pembelajaran
kontekstual menekankan pada kemampuan siswa untuk mentransfer situasi dan
konteks yang lain merupakan pembelajaran tingkat tinggi, lebih dari pada sekedar
hafal.
e)
Kerja sama (cooperating). Kerjasama
dalam konteks saling tukar pikiran, mengajukan dan menjawab pertanyaan,
komunikasi interaktif antar sesama siswa, antara siswa.
f)
Pengetahuan, keterampilan, nilai dan
sikap yang telah dimiliki pada situasi lain.
Berdasarkan uraian diatas, prinsip-prinsip tersebut
merupakan bahan acuan untuk menerapkan metode kontekstual dalam pembelajaran.
Implementasi metode kontekstual lebih mengutamakan strategi pembelajaran dari
pada hasil belajar, yakni proses pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam
bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari
guru ke siswa.
D. Karakteristik Pendekatan Kontekstual
Atau CTL
·
Menurut Muslich (2007:42) pembelajaran dengan pendekatan kontekstual
mempunyai karakteristik sebagai berikut:
- Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks otentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in real life setting).
- Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning).
- Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (learning by doing).
- Pembelajarandilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, dan saling mengoreksi antar teman (learning in group).
- Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk menciptakan rasa kebersamaan, berkerja sama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam (learning to know each other deeply).
- Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerjasama (leaning to ask, to inquiry, to work together).
- Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as an enjoy activity).
· Komalasari (2010:13)
mengidentifikasi karakteristik pembelajaran kontekstual meliputi pembelajaran yang
menerapkan konsep keterkaitan (relating), konsep pengalaman langsung (experience),
konsep aplikasi (applying), konsep kerja sama (coorperating),
konsep pengaturan diri (self-regulating), dan konsep penilaian autentik
(authentic assesment).
c. Prosedur Penerapan Pendekatan Kontekstual
1.
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
Selama ini kita guru selalu mendengarkan kata-kata
CBSA. Tapi ada saja diantara kita (guru) yang masih belum tau apa sebenarnya
CBSA itu. Menurut Aqib, (dalam Udin S. Winataputra, dkk (2011:7.15), mengatakan
bahwa CBSA adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran yang menitik beratkan
pada keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran melalui asimilasi
dan akomodasi kognitif untuk mengembangkan pengetahuan, tindakan, serta
internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap
Rasional penerapannya dalam system pembelajaran adalah pandangan
mengenai peserta didik sebagai objek pembelajaran dan subjek yang belajar,
titik berat proses pembelajaran pada keaktifan peserta didik dan keaktifan
guru, peran dan fungsi guru secara aktif dan kreatif, dan kadar CBSA terletak
pada banyak keaktifan dan keterlibatan peserta didik dalam proses belajar
mengajar dilihat dari segi masukan, proses, dan produksi. Untuk itu, dalam
penyelenggaraan CBSA harus memperhatikan rambu-rambu sebagai berikut.
a.
Derajat partisipasi dan responsif peserta didik yang tinggi.
b.
Keterlibatan peserta didik dalam pelaksanaan dan pembuatan tugas.
c. Kesadaran
guru mengenai tujuan yang hendak dicapai.
d.
Penggunaan metode pengajaran secara bervariasi.
e.
Penyediaan media dan peralatan/fasilitas belajar.
f. Perlunya
bimbingan dan pengajaran remedial pada waktu tertentu sesuai dengan
kebutuhan.
2.
Pendekatan Proses
Penggunaan pendekatan keterampilan proses berdasarkan pertimbangan bahwa
pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dan guru, proses
mengalami secara langsung melalui interaksi dengan lingkungan, proses untuk
mengembangkan kemampuan dasar, dan belajar bagaimana belajar untuk memperoleh
hasil belajar yang baik. Pendekatan keterampilan proses adalah pendekatan
pembelajaran yang bertujuan mengembangkan kemampuan fisik dan mental sebagai
dasar untuk mengembangkan kemampuan yang lebih tinggi pada diri peserta didik
dalam rangka menemukan fakta dan konsep serta menumbuhkan kembangkan sikap dan
nilai.
Melalui pendekatan keterampilan proses hendak di kembangkan
kemampuan-kemampuan mangamati, mengelompokkan, memproyeksikan, menerapkan,
menganalisis, melakukan penelitian sederhana, dari mengkomunikasikan hasil.
3.
Life Skills Education
Pembelajaran yang bernuansa life skills
berupaya memberikan keterampilan kepada peserta didik untuk memahami dirinya
dan potensinya dalam kehidupan, antara lain mencakup penentuan tujuan,
memecahkan masalah, dan hidup bersama orang lain. Keterampilan-keterampilan
tersebut akan membantunya untuk kehidupan dalam lingkungannya dan mencapai
kesehatan serta memiliki prilaku yang produktif. Pendidikan life skills
membantu peserta didik untuk melindungi dirinya dari berbagai bahaya dan
membantu peserta didik dalam memasuki kehidupan sebagai orang dewasa dengan
berhasil. Kecakapan hidup (life skills) lebih luas pengertiannya dari
keterampilan untuk bekerja. Kecakaan hidup terdiri dari.
a. Kecakapan
mengenal diri/kemampuan personal (personal skills)
b. Kecakapan
berpikir rasional (thinking skills)
c. kecakapan social ( social
skills)
d. Kecakapan akademik (academic
skills)
e. Kecakapan vokasional (vocational
skills).
4. Inquiry-Based
Learning
Tujuan
utama dari pendekatan inkuiri adalah membantu peserta didik mengembangkan
disiplin intelektual dan keterampilan yang diperlukan dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan dan memberikan jawaban atas dasar keingintahuan
mereka.Inkuiri juga bertujuan agar peserta didik memperoleh
pengetahuan baru dari hasil gagasan yang ditemukan peserta didik. Pendekatan
ini dimulai dari suatu permasalahan dalam disiplin ilmu, sehingga
memotivasi peserta didik untuk mencari pemecahannya. Langkah kegiatan yang
dilakukan dalam inkuiri terdiri atas: perumusan masalah, pengembangan
hipotesis, pengumpulan data, pengolahan data, uji hipotesis, dan penarikan
kesimpulan.
5. Problem-Based
Learning
Kegiatan belajar melalui pemecahan
masalah bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam
mengidentifikasi, mengembangkan kemampuan berfikir alternatif, dan kemampuan
mengambil keputusan ini adalah kemampuan yang melibatkan keterampilan peroses
tinggi . Pengajaran melalui pemecahan masalah terdiri atas lima langkah, yaitu:
identifikasi masalah; pengembangan alternatif; pengumpulan data untuk menguji
alternatif; pengujian alternatif; dan pengambilan keputusan.
Inti
dari suatu pemecahan masalah adalah keputusan terbaik untuk menyelesaikan
masalah yang ada.Karena itu dalam pemecahan masalah kemampuan mengidentifikasi
merupakan kegiatan pertama yang sangat penting.
6.
Cooperative-Learning
Pendekatan kooperatif adalah suatu
strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama
dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang
teratur dalam kelompok, yang terdiri atas dua orang atau lebih. Straregi ini
menempatkan peserta didik sebagai bagian dari suatu sistemkerja sama
dalam mencapai hasil belajar yang optimal, metode ini mendorong kemampuan
peserta didik dalam memecahkan masalah yang ditemui selama pembelajaran karena
peserta didik dapat bekerja sama dengan peserta didik lainnya dalam menemukan
dan merumuskan alternatif pemecahan masalah pada materi yang dihadapi. Untuk
melaksanankan strategi pembelajaran ini, guru perlu mempersiapkan dan
merencanakannya dengan matang, agar peserta didik dapat berinteraksi satu sama
lain. Dalam interaksi ini, peserta didik akan membentuk komunitas yang
memungkinkan mereka menyenangi dan mencintai proses belajar.
Menurut Zahorik dalam Udin S.
Winataputra, dkk (2011:7.17) mengatakan ada lima elemen yang harus diperhatikan
dalam praktik pembelajaran kontekstual yaitu.
a. Pengaktifan pengetahuan yang
sudah ada (activating knowledge)
b. Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring
knowledge) dengan cara mempelajari
secara keseluruhan dulu, kemudian
memperhatikan detailnya.
c. Pemahaman pengetahuan (understanding
knowledge), yaitu dengan cara menyusun (1) konsep sementara (hipotesis),
(2) melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan
atas dasar tanggapan itu (3) konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.
d. Mempraktikkan pengetahuan dan
pengalaman tersebut (applying knowledge)
e. Melakukan refleksi (reflecting
knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.
Penerapan CTL dalam kelas terdapat
tujuh langkah yang harus diperhatikan,
sebagai berikut.
- Kembangkan pemikiran bahwa peserta didik akan belajar lebih bermakna dengan cara membangun pengetahuannya sendiri sedikit demi sedikit, yang hasilnya dierluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong (constructivism). Pembelajaran yang berorientasi kontruktivisme menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif melalui proses pembelajaran yang bermakna. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada peserta didik. Oleh karena itu, peserta didik dapat belajar dari teman melalui kerja kelompok ataupun diskusi. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata atau masalah yang disimulasikan. Dengan demikian, pengetahuan akan keterampilan akan didapat, perilaku akan terbentuk atas terbentuk atas kesadaran sendiri.
- Laksanakan sejauh mungkin kegiatan menemukan untuk semua topik (Inkuiry). Kegiatan menemukan (Inkuiry )merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh peserta didik bukan hasil mengingat fakta dan konsep, tetapi hasil menemukan sendiri. Hal ini bisa terjadi jika, guru selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan. Kegiatan ini merupakan sebuah siklus. Siklus tersebut adalah: “(1) Observasi (Observation); (2) Bertanya ( questioning); (3) mengajukan dugaan (hipothesis); (4) Pengumpulan data (Data gathering); dan (5) Penyimpulan (conslucion)”.
- Kembangkan sifat ingin tahu dengan bertanya (questioning) karena pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam rangka menggali informasi, menginformasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya. Kegiatan bertanya, mutlak diperlukan dalam pembelajaran pengetahuan sosial. Bertanya dapat dilakukan antara peserta didik dengan peserta didik, guru dengan peserta didik, peserta didik dengan nara sumber. Aktifitas bertanya, juga ditemukan ketika mengamati. Melalui bertanya, peserta didik akan memperoleh pengetahuan. Sejalan dengan berkembangnya pengetahuan, akan berkembang pula keterampilan dan sikap.
- Ciptakan masyarakat belajar atau belajar dalam dalam kelompok-kelompok (Learning Community). Hasil belajar akan akan diperoleh dari sharing atau kerja sama antara teman, antar kelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Dalam kelas kontekstual, guru diharapkan melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Belajar dalam kelompok, tetap lebih baik hasilnya dari pada belajar sendiri. Wujud masyarakat belajar di dalam kelas adalah pembentukan kelompok, bekerja berpasangan, mendatangkan nara sumber di kelas.
- Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran (Modeling). Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru oleh peserta didik, misalnya tentang berupa cara mengopersikan sesuatu. Dalam pemodelan, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan peserta didik. Kegiatan permodelan dapat berbentuk demonstrasi, bermain peran, pemberiaan contoh tentang konsep atau aktifitas belajar. Wujud modelling dalam pembelajaran pengetahuan sosial misalnya cara menggunakan globe, menunjuk gambar, menunjukkan perilaku seseorang, menggunakan alat komunikasi telepon dan sebagainya.
- Lakukan refleksi di akhir pertemuan (reflection), yaitu cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir ke belakang tanpa apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu. Kegiatan refleksi merupakan bagian penting dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Guru perlu menyiksakan sedikit waktu pada akhir pembelajaran, untuk mengadakan refleksi. Realisasinya dapat berupa pernyataan langsung dari guru, catatan atau jurnal di buku peserta didik, cara-cara lain yang ditempuh guru untuk mengarahkan peserta didik kepada pemahaman mereka tentang materi yang telah dipelajari
- Makukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara(Authentic Assesment).Assesment merupakan proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar peserta didik. Penilaian sebenarnya perlu dilakukan guru dalam pembelajaran, baik penilaian proses maupun hasil. Adapun ciri-ciri penilaian autentik adalah sebagai berikut.
- Harus mengukur semua aspek pembelajaran: proses, kinerja dan produk
- Dilaksanakan selama selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung
- Menggunakan berbagai cara dan berbagai sumber
- Tes hanya salah satu alat pengumpul data penilaian
- Tugas-tugas yang diberikan kepada peserta didik harus mencerminkan bagian-bagian kehidupan peserta didik yang nyata setiap hari, mereka harus dapat menceritakan pengalaman atau kegiatan yang mereka lakukan setiap hari.
- Penilaian harus menekankan kedalaman pengetahuandan keahlian peserta didik, bukan keluasannya (kuantitas).
E.
PEMIKIRAN CTL TENTANG BELAJAR
Pendekatan
kontekstual mendasarkan diri pada kecendrungan pemikiran tentang belajar
sebagai berikut :
1. Proses belajar
Ø Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri
Ø Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru
Ø Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki sesorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan
Ø Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisak, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
Ø Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
Ø Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi didrinya, dan bergelut dengan ide-ide
Ø Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan sesorang.
2. Transfer Belajar
Ø Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain
Ø Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi sedikit)
Ø Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu
3. Siswa sebagai Pembelajar
Ø Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru
Ø Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting
Ø Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui.
Ø Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.
4. Pentingnya lingkungan Belajar
Ø Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan.
Ø Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka.Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya
Ø Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar
Ø Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.
1. Proses belajar
Ø Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri
Ø Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru
Ø Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki sesorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan
Ø Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisak, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
Ø Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
Ø Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi didrinya, dan bergelut dengan ide-ide
Ø Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan sesorang.
2. Transfer Belajar
Ø Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain
Ø Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi sedikit)
Ø Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu
3. Siswa sebagai Pembelajar
Ø Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru
Ø Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting
Ø Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui.
Ø Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.
4. Pentingnya lingkungan Belajar
Ø Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan.
Ø Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka.Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya
Ø Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar
Ø Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.
F.
RANCANGAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
DALAM PEMBELAJARAN IPS.
Hakikat
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Hakikat ilmu
pengetahuan sosial (IPS) adalah telaah tentang manusia dan dunianya.Manusia
sebagai makhluk sosial selalu hidup bersama dengan sesamanya.Dalam kehidupannya
manusia harus menghadapi tantangan-tantangan yang berasal dari lingkungannya
maupun sebagai hidup bersama, ilmu pengetahuan sosial (IPS) memandang manusia
dari berbagai sudut pandang.
Ilmu pengetahuan sosial
(IPS) elihat bagaimana manusia hidup bersama dengan sesamanya, dengan
tetangganya dari lingkungan dekat sampai yang jauh.Bagaimana keserasian hidup
dengan lingkungannya baik dengan sesama manusia maupun linkungan
alamnya.Bagaimana mereka melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dengan kata lain bahan kajian atau bahan belajar IPS adalah manusia dan lingkungannya.
Setiap manusia sejak lahir telah
berinteraksi dengan manusia lain, misalnya dengan ibu yang melahirkannya,
ayahnya, dan keluarganya. Selanjutnya setelah usia taman kanak-kanak ia akan
berinteraksi dengan teman-teman sekelasnya, dan dengan gurunya. Sesuai dengan
bertambahnya umur, maka interaksi tersebut akan bertambah luas, begitu juga ia
akan mendapat pengalaman dan hubungan sosial dari kehidupan masyarakat
disekitarnya.
Dari pengalaman tersebut anak akan
mengenal bagaimana seluk beluk kehidupan. Misalnya bagaimana cara seseorang
memenuhi kebutuhan hidupnya, cara menghormati orang yang lebih tua, sebagai
anggota masyarakat harus mentaati aturan atau norma-norma yang berlaku,
mengenal hal-hal yang baik dan buruk, maupun benar dan salah. Semua
pengetahauan yang telah melekat pada diri anak tersebut dapat dikatakan sebagai
“pengetahuan sosial” dengan demikian dalam diri kita masing-masing dengan kadar
yang berbeda-beda, sebenarnya telah terbina pengetahuan sosial tersebut sejak kecil,
hanya namanya belum kita kenal dan kenal setelah secara formal memasuki bangku
sekolah
Dari kenyataan di atas
dapat kita ketahui bahwa antara aspek-aspek kehidupan itu saling ada
keterkaitan, aspek ekonomi terkait dengan aspek psikologi dan sosial-budaya.Kebutuhan
hidup manusia tidak sekedar memenuhi aspek ekonomi tetapi manusia juga perlu
untuk menambah pengetahuan, seperti yang anda lakukan sekarang ini.
Kegiatan
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran IPS pada
prinsipnya terdiri dari tiga langkah yaitu :
1.
Kegiatan Pendahuluan (Awal)
Kegiatan
utama yang dilaksanakan dalam pendahuluan pembelajaran ini di antaranya untuk
menciptakan kondisi-kondisi awal pembelajaran yang kondusif, melaksanakan
kegiatan apersepsi (apperception), dan penilaian awal (pre-test). Penciptaan
kondisi awal pembelajaran dilakukan dengan cara: mengecek atau memeriksa
kehadiran peserta didik (presence, attendance), menumbuhkan kesiapan belajar
peserta didik (readiness), menciptakan suasana belajar yang demokratis,
membangkitkan motivasi belajar peserta didik, dan membangkitkan perhatian
peserta didik. Melaksanakan apersepsi (apperception) dilakukan dengan cara:
mengajukan pertanyaan tentang bahan pelajaran yang sudah dipelajari sebelumnya
dan memberikan komentar terhadap jawaban peserta didik, dilanjutkan dengan
mengulas materi pelajaran yang akan dibahas.
2.
Kegiatan Inti Pembelajaran
Kegiatan inti merupakan kegiatan dalam rangka pelaksanaan pembelajaran terpadu yang menekankan pada proses pembentukan pengalaman belajar peserta didik (learning experiences )
Kegiatan lainnya di awal kegiatan inti pembelajaran terpadu yaitu menjelaskan alternatif kegiatan belajar yang akan dialami peserta didik. Dalam tahapan ini guru perlu menyampaikan kepada peserta didik tentang kegiatan-kegiatan belajar yang harus ditempuh peserta didik dalam mempelajari tema/topik, atau materi pembelajaran terpadu. Kegiatan belajar yang ditempuh peserta didik dalam pembelajaran terpadu lebih diutamakan pada terjadinya proses belajar yang berkadar aktivitas tinggi. Pembelajaran berorientasi pada aktivitas peserta didik, sedangkan guru lebih banyak bertindak sebagai fasilitator yang memberikan kemudahan-kemudahan kepada peserta didik untuk belajar. Peserta didik diarahkan untuk mencari dan menemukan sendiri apa yang dipelajarinya, sehingga prinsip-prinsip belajar dalam teori konstruktivisme dapat dijalankan. Dalam hal ini, guru harus berupaya menyajikan bahan pelajaran dengan strategi mengajar yang bervariasi, yang mendorong peserta didik pada upaya penemuan pengetahuan baru.
Kegiatan inti merupakan kegiatan dalam rangka pelaksanaan pembelajaran terpadu yang menekankan pada proses pembentukan pengalaman belajar peserta didik (learning experiences )
Kegiatan lainnya di awal kegiatan inti pembelajaran terpadu yaitu menjelaskan alternatif kegiatan belajar yang akan dialami peserta didik. Dalam tahapan ini guru perlu menyampaikan kepada peserta didik tentang kegiatan-kegiatan belajar yang harus ditempuh peserta didik dalam mempelajari tema/topik, atau materi pembelajaran terpadu. Kegiatan belajar yang ditempuh peserta didik dalam pembelajaran terpadu lebih diutamakan pada terjadinya proses belajar yang berkadar aktivitas tinggi. Pembelajaran berorientasi pada aktivitas peserta didik, sedangkan guru lebih banyak bertindak sebagai fasilitator yang memberikan kemudahan-kemudahan kepada peserta didik untuk belajar. Peserta didik diarahkan untuk mencari dan menemukan sendiri apa yang dipelajarinya, sehingga prinsip-prinsip belajar dalam teori konstruktivisme dapat dijalankan. Dalam hal ini, guru harus berupaya menyajikan bahan pelajaran dengan strategi mengajar yang bervariasi, yang mendorong peserta didik pada upaya penemuan pengetahuan baru.
3.
Kegiatan Akhir (Penutup) dan Tindak Lanjut
Secara
umum kegiatan akhir dan tindak lanjut dalam pembelajaran terpadu di antaranya:
Ø menyimpulkan pelajaran dan kegiatan
refleksi;
Ø melaksanakan penilaian akhir (post
test);
Ø melaksanakan tindak lanjut
pembelajaran melalui kegiatan pemberian tugas atau latihan yang harus
dikerjakan di rumah, menjelaskan kembali bahan pelajaran yang dianggap sulit
oleh peserta didik, membaca materi pelajaran tertentu, dan memberikan motivasi atau
bimbingan belajar; dan
Ø mengemukakan topik yang akan
dibahas pada waktu yang akan datang, dan menutup kegiatan pembelajaran.
4.
Evaluasi dan Penilaian
Objek dalam penilaian pembelajaran terpadu mencakup penilaian terhadap
proses dan hasil belajar peserta didik. Penilaian proses belajar adalah upaya pemberian nilai terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan peserta didik, sedangkan penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai dengan menggunakan kriteria tertentu. Hasil belajar tersebut pada hakikatnya merupakan pencapaian kompetensi-kompetensi yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi tersebut dapat dikenali melalui sejumlah hasil belajar dan indikatornya yang dapat diukur dan diamati. Penilaian proses dan hasil belajar itu saling berkaitan satu dengan lainnya, hasil belajar merupakan akibat dari suatu proses belajar.
Penilaian dalam pembelajaran IPS terpadu dalam satu topik/tema mencakup beberapa Kompetensi Dasar. Namun ada Kompetensi Dasar atau indikator yang tidak bisa dipadukan, sehingga harus dibelajarkan dan dinilai secara terpisah.
Penilaian yang dikembangkan mencakup teknik, bentuk dan instrumen yang digunakan terdapat pada lampiran.
a. Teknik Penilaian
Teknik penilaian merupakan cara yang digunakan dalam melaksanakan penilaian tersebut. Teknik-teknik yang dapat diterapkan untuk jenis tagihan tes meliputi: (1) Kuis dan (2) Tes Harian.
Untuk jenis tagihan nontes, teknik-teknik penilaian yang dapat diterapkan adalah: (1) observasi, (2) angket, (3) wawancara,(4) tugas, (5) proyek, dan (6) portofolio.
Objek dalam penilaian pembelajaran terpadu mencakup penilaian terhadap
proses dan hasil belajar peserta didik. Penilaian proses belajar adalah upaya pemberian nilai terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan peserta didik, sedangkan penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai dengan menggunakan kriteria tertentu. Hasil belajar tersebut pada hakikatnya merupakan pencapaian kompetensi-kompetensi yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi tersebut dapat dikenali melalui sejumlah hasil belajar dan indikatornya yang dapat diukur dan diamati. Penilaian proses dan hasil belajar itu saling berkaitan satu dengan lainnya, hasil belajar merupakan akibat dari suatu proses belajar.
Penilaian dalam pembelajaran IPS terpadu dalam satu topik/tema mencakup beberapa Kompetensi Dasar. Namun ada Kompetensi Dasar atau indikator yang tidak bisa dipadukan, sehingga harus dibelajarkan dan dinilai secara terpisah.
Penilaian yang dikembangkan mencakup teknik, bentuk dan instrumen yang digunakan terdapat pada lampiran.
a. Teknik Penilaian
Teknik penilaian merupakan cara yang digunakan dalam melaksanakan penilaian tersebut. Teknik-teknik yang dapat diterapkan untuk jenis tagihan tes meliputi: (1) Kuis dan (2) Tes Harian.
Untuk jenis tagihan nontes, teknik-teknik penilaian yang dapat diterapkan adalah: (1) observasi, (2) angket, (3) wawancara,(4) tugas, (5) proyek, dan (6) portofolio.
b. Bentuk
Instrumen
Instrumen
merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat ketercapaian
kompetensi. Apabila penilaian menggunakan tehnik tes tertulis uraian, tes unjuk
kerja dan tugas rumah yang berupa proyek, harus disertai rubrik penilaian.
Bentuk instrumen merupakan alat yang digunakan dalam melakukan penilaian/pengukuran/evaluasi terhadap pencapaian kompetensi peserta didik. Bentuk-bentuk instrumen yang dikelompokkan menurut jenis tagihan dan teknik penilaian adalah:
• Tes: isian, benar-salah, menjodohkan, pilihan ganda, dan uraian.
• Nontes: panduan observasi, kuesioner, panduan wawancara, rubrik, dan unjuk kerja.
Bentuk instrumen merupakan alat yang digunakan dalam melakukan penilaian/pengukuran/evaluasi terhadap pencapaian kompetensi peserta didik. Bentuk-bentuk instrumen yang dikelompokkan menurut jenis tagihan dan teknik penilaian adalah:
• Tes: isian, benar-salah, menjodohkan, pilihan ganda, dan uraian.
• Nontes: panduan observasi, kuesioner, panduan wawancara, rubrik, dan unjuk kerja.
Ciri pembelajaran CTL dalam IPS
n proses belajar mengajar berlangsung secara alamiah dalam
bentuk kegiatan siswa belajar dan mengalami,bukan sekedar transfer pengetahuan dari guru ke siswa,
n Pembelajaran yang dapat memaksimalkan
peran siswa dalam proses belajar mengajar.
n Pembelajaran akan lebih bermakna
bagi siswa sebab mereka menjadi pelaku utama pembelajaran dengan
mencari sendiri sumber belajar,informasi serta menganalisis informasi - informasi tersebut dengan mengikutsertakan
pengetahuan atau materi yang telah mereka miliki sebelumnya.
n siswa dapat menemukan hubungan yang
bermakna antara ide - ide yang bersifat abstrak seperti materi dengan situasi dunia
nyata serta membangun interaksi antar siswa melalui belajar dalam kelompok yang
mejemuk.
Secara kontekstual (CTL) Pembelajaran IPS harus mampu
membangun beragam kecerdasan:
Intelektual mengenai kemajemukan yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari para
siswa.
Sosial dalam berkomunikasi,bekerjasama dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global
Emosional berupa toleransi terhadap perbedaan serta afeksi
terhadap nasib tidak beruntung yang dialami kelompok lain, kepedulian sosial, jiwa demokratis dalam masyarakat majemuk
Dalam CTL Kajian tentang kemajemukan
dalam IPS dapat dilakukan melalui:
Pendekatan konstruktivistik
(constructivisme),inkuiri (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar
(learning community),pemodelan (modelling), refleksi (reflection), dan
penilaian yang sebenarnya (authentic assesment).
Secara kontekstual, fokus kajian
pendidikan multiculture pada IPS adalah pada:
1. Hubungan etnisitas yang tidak
hanya didasarkan atas asal usul keturunan (genetika) melainkan juga hubungan
pergaulan sesuai lokalitas tempat tinggal.
2. hubungan antargender untuk
mengangkat isu kesetaraan/equality.
Pembelajaran CTL mengenai
kemajemukan dapat dikemas melalui:
1. dialog antor siswa yang majemuk mengenai
persoalan sehari-hari dalam konteks hubungan antar kelompok etnis.
2. pembelajaran kooperatif antar siswa berlatarbelakang keluarga berbeda untuk membangun kerjasama dan saling pengertian
antar kelompok yang berbeda.
3. bertanya (questioning)mengenai
beragam masalah yang ditemukan dalam hubungan antar etnis
dalam beragam discourse (wacana).
CTL mengenai multiculture dikemas
dalam PBM IPS dengan cara:
1.Pemilihan tema/topik yang
kontekstual dan mengacu pada SKKD IPS
2.Tema disesuaikan dengan Usia
siswa, Jenjang Pendidikan SD/MI –SMA/MA
3.Dikembangkan secara terpadu dalam
IPS dan dengan mapel lain.
4.Tema dimulai dari yang dekat
dengan lingkungan siswa dan meluas dalam lingkungan yang lebih jauh (expanding Community)
Tema mengenai keragaman dalam PBM
IPS kontekstual:
Menggunakan expanding communityyang
meliputi topik-topik kemajemukan dalam:
1. keluarga dan lingkungan terdekat
2. Daerah setempat seperti
kecamatan, dan distrik
3. Lingkungan provinsi, negara,
negara tetangga yang memiliki kemajemukan.
untuk tingkat SD menyatakan bahwa, pengetahuan
sosial (sebutan IPS dalam kurikulum 2004), bertujuan untuk :
1. Mengajarkan konsep-konsep dasar sosiologi,
geografi, ekonomi, sejarah dan kewarganegaraan, pedagogis, dan psikologis.
2. Mengembangkan kemampuan berfikir kritis dan
kreatif, inquiri, memecahkan masalah, dan keterampilan sosial.
3. Membangun komitmen dan kesadaran terhadap
nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
4. Meningkatkan kemampuan bekerjasama dan
berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, baik secara nasional maupun globa.
G. KEUNGGULAN
DAN KELEMAHAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Ø Keunggulan dari
pembelajaran Kontekstual
1) Pembelajaran
menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap
hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini
sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan
kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara
fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam
memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.
2) Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan
penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran
konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya
sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar
melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.
3) Kontekstual adalah pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa
secara penuh, baik fisik maupun mental
4) Kelas dalam
pembelajaran Kontekstual bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, akan
tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di lapangan
5) Materi pelajaran dapat ditemukan sendiri oleh siswa, bukan
hasil pemberian dari guru
6) Penerapan pembelajaran Kontekstual dapat menciptakan
suasana pembelajaran yang bermakna
Ø
kelemahan dari pembelajaran
kontekstual
1) Diperlukan waktu yang cukup lama saat proses pembelajaran
Kontekstual berlangsung
2) Jika guru tidak
dapat mengendalikan kelas maka dapat menciptakan situasi kelas yang kurang
kondusif
3) Guru lebih intensif
dalam membimbing. Karena dalam m CTL, guru tidak lagi berperan sebagai pusat
informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja
bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa
dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang
akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang
dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ”penguasa”
yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat
belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
4) Guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide–ide dan
mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan
strategi–strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini
tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa
agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula
BAB III
PENUTUPAN
A.
Kesimpulan
Untuk
mengaplikasikan pembelajaran kontekstual dapat digunakan berbagai metode yang
membuat siswa aktif dalam proses pembelajaran seperti problem based learning,
cooperatif learning, project based learning, servic learning dan work based
learning. Untuk mewujudkan pembelajaran kontekstual guru harus menggunakan
metode yang banyak melibatkan pengalaman belajar siswa secara langsung.
Cooperatve learning merupakan salah satu alternatif plihan yang dapat mewujudkan pembelajaran kontekstual. Penerapan model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dirasa sangat sesuai karena mengkaji permasalahan yang autentik dan membangun rnasyarakat belajar (learning comunity). Di dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, namun siswa juga harus mempelajari ketrampilan-ketrampilan khusus yang disebut ketrampilan kooperatif. Ketrampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok. Sedangkan peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok selama kegiatan. Dengan model ini diharapkan tujuan dan misi pembelajaran IPS yaitu mendidik dan membekali siswa dengan seperangkat pengetahuan , sikap, nilai, moral dan ketrampilan untuk memahami lingkungan sosial masyarakat dapat dicapai Untuk mengaplikasikan pembelajaran kontekstual dapat digunakan berbagai metode yang membuat siswa aktif dalam proses pembelajaran seperti problem based learning, cooperatif learning, project based learning, servic learning dan work based learning
Cooperatve learning merupakan salah satu alternatif plihan yang dapat mewujudkan pembelajaran kontekstual. Penerapan model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dirasa sangat sesuai karena mengkaji permasalahan yang autentik dan membangun rnasyarakat belajar (learning comunity). Di dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, namun siswa juga harus mempelajari ketrampilan-ketrampilan khusus yang disebut ketrampilan kooperatif. Ketrampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok. Sedangkan peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok selama kegiatan. Dengan model ini diharapkan tujuan dan misi pembelajaran IPS yaitu mendidik dan membekali siswa dengan seperangkat pengetahuan , sikap, nilai, moral dan ketrampilan untuk memahami lingkungan sosial masyarakat dapat dicapai Untuk mengaplikasikan pembelajaran kontekstual dapat digunakan berbagai metode yang membuat siswa aktif dalam proses pembelajaran seperti problem based learning, cooperatif learning, project based learning, servic learning dan work based learning
DAFTAR
PUSTAKA