Selasa, 17 Mei 2016

Pendekatan Contextual dalam Pembelajaran IPS SD



MAKALAH
“IPS SD”
PENDEKATAN CONTEXTUAL
DALAM PEMBELAJARAN IPS SD



Dosen Pembimbing:
RIA FAJRIN,M.Pd
Kelompok 2
1.      Berliani Maqrifatul R.             (14186206218)
2.      Nurul hidayati                         (14186206216)
3.      Gadis anugerah                       (14186206217)
4.      Lilis Arinatul J             (14186206210)
5.      Rio riska                                  (14186206341)
6.      Nita agustina                           (14186206221)
 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR(PGSD)
 STKIP PGRI TULUNGAGUNG
TAHUN 2014

BAB I
PENDAHULUAN
A.   LATAR BELAKANG MASALAH

Sekolah sebagai lembaga pendidikan berusaha secara terus menerus dan terprogram mengadakan pembenahan diri di berbagai bidang baik sarana rangka dan prasarana, pelayanan administrasi dan informasi serta kualitas pembelajaran secara utuh dalam peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan tidak hanya bergantung pada faktor guru saja, tetapi berbagai faktor lainnya juga berpengaruh untuk menghasilkan keluaran atau out put proses pengajaran yang bermutu. Namun pada hakikatnya guru tetap merupakan unsur kunci utama yang paling menentukan, sebab guru adalah salah satu unsur utama dalam sistem pendidikan yang sangat mempengaruhi pendidikan.
Salah satu peran guru sebagai tenaga pendidik dalam rangka meningkatan mutu pendidikan adalah menciptakan pembelajaran yang berkualitas dalam kelas.Dalam melaksanakan pembelajaran di kelas diperlukan keterampilan dari seorang guru agar anak didik mudah memahami materi yang diberikan guru. Jika guru kurang menguasai strategi mengajar maka siswa akan sulit menerima materi pelajaran dengan sempurna. Guru dituntut untuk mengadakan inovasi dan berkreasi dalam melaksanakan pembelajaran, sehingga hasil belajar siswa memuaskan.
Pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa serta sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan siswa yang direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran secara aktif, efektif, dan efisien. Pembelajaran merupakan sesuatu yang kompleks, artinya segala sesuatu yang terjadi pada proses pembelajaran harus merupakan sesuatu yang sangat berarti baik ucapan, pikiran maupun tindakan.
Kenyataan umum yang dapat dijumpai di sekolah dasar menunjukkan bahwa sebagian besar pembelajaran IPS diberikan secara klasikal dengan model pembelajaran yang berfokus pada pembelajaran konsep yang bersifat hafalan dan di dominasi guru tanpa banyak melihat kemungkinan penerapan metode lain yang sesuai dengan jenis materi, bahan dan alat yang tersedia. Akibatnya, siswa kurang berminat untuk mengikuti pelajaran yang diajarkan oleh guru tersebut dan tidak ada motivasi dari dalam dirinya untuk berusaha memahami apa yang diajarkan oleh guru, yang akan mempengaruhi hasil belajarnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Somerset dan Suryanto dalam Angkowo (2007:33) yang menyebutkan bahwa pembelajaran klasikal yang didominasi oleh guru mengakibatkan siswa kurang mencerna materi secara aktif dan konstruktif dimana siswa hanya mendengarkan penjelasan guru dan kurang aktif dalam proses pembelajaran, sehingga berpengaruh pada rendahnya hasil belajar siswa.
                                                                                                                                                               
B.   RUMUSAN MASALAH
  Dalam makalah ini kami ingin membahas masalah yang dapat kami rumuskan sebagai berikut:
1.      Hakekat pendekatan kontextual dalam pembelajaran IPS SD
2.      Karakteristik pendekatan kontextual dalam pelajaran IPS SD
3.      Prosedur penerapan pendekatan kontextual dalam pembelajaran IPS SD
4.      Implikasi penerapan pendekatan kontextual dalam pembelajaran IPS SD

C.   TUJUAN PEMBAHASAN
1.      Memenuhi Program materi bahasan IPS SD
2.      Mengetahui tentang Hakekat pendekatan kontextual dalam pembelajaran IPS SD, Karakteristik pendekatan kontextual dalam pelajaran IPS SD, Prosedur penerapan pendekatan kontextual dalam pembelajaran IPS SD, Implikasi penerapan pendekatan kontextual dalam pembelajaran IPS SD







BAB II
PEMBAHASAN
A.    HAKEKAT PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Pengertian Menurut Para Ahli
Ø  Menurut Muslich (2007:41) pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Ø      Komalasari (2010:7) menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya.
Ø    Sanjaya (2005), suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Ø   Menurut Depdiknas (2003 : 5), konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan perencanaan dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Jadi, Dapat Disimpulkan bahwa pendekatan kontekstual adalah konsep belajar atau pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk membantu guru dalam mengaitkan antara materi pembelajaran atau materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya dan menjadikannya dasar pengambilan keputusan atas pemecahan masalah yang akan dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari.



Ada tujuh indikator  pembelajarn kontekstual sehingga bisa dibedakan dengan model lainnya, yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh), questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning community (seluruh siswa partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba, mengerjakan), inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi, menemukan), constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi konsep-aturan, analisis-sintesis), reflection (review, rangkuman, tindak lanjut), authentic assessment (penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha siswa, penilaian portofolio, penilaian seobjektif-objektifnya darei berbagai aspek dengan berbagai cara.
B.     Tujuh Komponen Pembelajaran Kontekstual
1)    Konstruktivisme (constructivism).
Kontruktivisme merupakan landasan berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental mebangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur pengetahuanyang dimilikinya
·         Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal.
·         Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan
2)      Inquiry (Inquiry).  
Menemukan merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual Karen pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering), penyimpulan (conclusion)
·        Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman.
·         Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis
3)      Questioning (Bertanya)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaan berbasis kontekstual. Kegiatan bertanya berguna untuk : 1) menggali informasi, 2) menggali pemahaman siswa, 3) membangkitkan respon kepada siswa, 4) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, 5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, 6) memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru, 7) membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
·         Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa.
Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiri
4)      Learning Community (Masyarakat Belajar)
Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperolah dari ‘sharing’ antar teman, antar kelompok, dan antar yang tau ke yang belum tau. Masyarakat belajar tejadi apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar.
·         Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar.
·         Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri.
·         Tukar pengalaman.
5)      Modeling (Pemodelan)
Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan, mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar dan malakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan ,elibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar.
·         Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar.
·         Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya
6)      Reflection ( Refleksi)
Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari aau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.
·         Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari.
·         Mencatat apa yang telah dipelajari.
·         Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok
7)      Authentic Assessment (Penilaian Yang Sebenarnya)
Penilaian yang sebenarnya ( Authentic Assessment). Penialaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberi gambaran mengenai perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta penilaian dilakukan terhadap proses maupun hasil.
·         Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa.
·         Penilaian produk (kinerja).
·         Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual        
C.    Prinsip-prinsip dalam Pembelajaran Kontekstual
Model pembelajaran kontekstual mengacu pada sejumlah prinsip dasar pembelajaran. Menurut Ditjen Dikdasmen Depdiknas 2002, dalam Gafur (2003: 2) menyebutkan bahwa kurikulum dan pembelajaran kontekstual perlu didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut: 
a)      Keterkaitan, relevansi (relation). Proses belajar hendaknya ada keterkaitan dengan bekal pengetahuan (prerequisite knowledge) yang telah ada pada diri siswa.
b)      Pengalaman langsung (experiencing). Pengalaman langsung dapat diperoleh melalui kegiatan eksplorasi, penemuan (discovery), inventory, investigasi, penelitian dan sebagainya. Experiencing dipandang sebagai jantung pembelajaran kontekstual. Proses pembelajaran akan berlangsung cepat jika siswa diberi kesempatan untuk memanipulasi peralatan, memanfaatkan sumber belajar, dan melakukan bentuk-bentuk kegiatan penelitian yang lain secara aktif.
c)      Aplikasi (applying). Menerapkan fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang dipelajari dalam dengan guru, antara siswa dengan narasumber, memecahkan masalah dan mengerjakan tugas bersama merupakan strategi pembelajaran pokok dalam pembelajaran kontekstual.
d)     Alih pengetahuan (transferring). Pembelajaran kontekstual menekankan pada kemampuan siswa untuk mentransfer situasi dan konteks yang lain merupakan pembelajaran tingkat tinggi, lebih dari pada sekedar hafal.
e)      Kerja sama (cooperating). Kerjasama dalam konteks saling tukar pikiran, mengajukan dan menjawab pertanyaan, komunikasi interaktif antar sesama siswa, antara siswa.
f)       Pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang telah dimiliki pada situasi lain.
Berdasarkan uraian diatas, prinsip-prinsip tersebut merupakan bahan acuan untuk menerapkan metode kontekstual dalam pembelajaran. Implementasi metode kontekstual lebih mengutamakan strategi pembelajaran dari pada hasil belajar, yakni proses pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
D.    Karakteristik Pendekatan Kontekstual Atau CTL
·         Menurut Muslich (2007:42) pembelajaran dengan pendekatan kontekstual mempunyai karakteristik sebagai berikut:
  1. Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks otentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in real life setting).
  2. Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning).
  3. Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (learning by doing).
  4. Pembelajarandilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, dan saling mengoreksi antar teman (learning in group).
  5. Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk menciptakan rasa kebersamaan, berkerja sama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam (learning to know each other deeply).
  6. Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerjasama (leaning to ask, to inquiry, to work together).
  7. Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as an enjoy activity).
·         Komalasari (2010:13) mengidentifikasi karakteristik pembelajaran kontekstual meliputi pembelajaran yang menerapkan konsep keterkaitan (relating), konsep pengalaman langsung (experience), konsep aplikasi (applying), konsep kerja sama (coorperating), konsep pengaturan diri (self-regulating), dan konsep penilaian autentik (authentic assesment).

 c. Prosedur  Penerapan Pendekatan Kontekstual
1.   Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
Selama ini kita guru selalu mendengarkan kata-kata CBSA. Tapi ada saja diantara kita (guru) yang masih belum tau apa sebenarnya CBSA itu. Menurut Aqib, (dalam Udin S. Winataputra, dkk (2011:7.15), mengatakan bahwa CBSA adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran yang menitik beratkan pada keaktifan peserta didik  dalam proses pembelajaran melalui asimilasi dan akomodasi kognitif untuk mengembangkan pengetahuan, tindakan, serta internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap
Rasional penerapannya dalam system pembelajaran adalah pandangan mengenai peserta didik sebagai objek pembelajaran dan subjek yang belajar, titik berat proses pembelajaran pada keaktifan peserta didik dan keaktifan guru, peran dan fungsi guru secara aktif dan kreatif, dan kadar CBSA terletak pada banyak keaktifan dan keterlibatan peserta didik dalam proses belajar mengajar dilihat dari segi masukan, proses, dan produksi. Untuk itu, dalam penyelenggaraan CBSA harus memperhatikan rambu-rambu sebagai berikut.
a.  Derajat partisipasi dan responsif peserta didik yang tinggi.
b. Keterlibatan peserta didik dalam pelaksanaan dan pembuatan tugas.
c. Kesadaran guru mengenai tujuan yang hendak dicapai.
d. Penggunaan metode pengajaran secara bervariasi.
e. Penyediaan media dan peralatan/fasilitas belajar.
f. Perlunya bimbingan dan pengajaran remedial pada waktu tertentu sesuai dengan
kebutuhan.
2.   Pendekatan Proses
Penggunaan pendekatan keterampilan proses berdasarkan pertimbangan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dan guru, proses mengalami secara langsung melalui interaksi dengan lingkungan, proses untuk mengembangkan kemampuan dasar, dan belajar bagaimana belajar untuk memperoleh hasil belajar yang baik. Pendekatan keterampilan proses adalah pendekatan pembelajaran yang bertujuan mengembangkan kemampuan fisik dan mental sebagai dasar untuk mengembangkan kemampuan yang lebih tinggi pada diri peserta didik dalam rangka menemukan fakta dan konsep serta menumbuhkan kembangkan sikap dan nilai.
Melalui pendekatan keterampilan proses hendak di kembangkan kemampuan-kemampuan mangamati, mengelompokkan, memproyeksikan, menerapkan, menganalisis, melakukan penelitian sederhana, dari mengkomunikasikan hasil.
3.   Life Skills Education
Pembelajaran yang bernuansa life skills berupaya memberikan keterampilan kepada peserta didik untuk memahami dirinya dan potensinya dalam kehidupan, antara lain mencakup penentuan tujuan, memecahkan masalah, dan hidup bersama orang lain. Keterampilan-keterampilan tersebut akan membantunya untuk kehidupan dalam lingkungannya dan mencapai kesehatan serta memiliki prilaku yang produktif. Pendidikan life skills membantu peserta didik untuk melindungi dirinya dari berbagai bahaya dan membantu peserta didik dalam memasuki kehidupan sebagai orang dewasa dengan berhasil. Kecakapan hidup (life skills) lebih luas pengertiannya dari keterampilan untuk bekerja. Kecakaan hidup terdiri dari.
a. Kecakapan mengenal diri/kemampuan personal (personal  skills)
b. Kecakapan berpikir rasional (thinking skills)
c. kecakapan social ( social skills)
d. Kecakapan akademik (academic skills)
e. Kecakapan vokasional (vocational skills).
4.   Inquiry-Based Learning
Tujuan utama dari pendekatan inkuiri adalah membantu peserta didik mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan yang diperlukan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan memberikan jawaban atas dasar keingintahuan mereka.Inkuiri juga bertujuan   agar peserta didik memperoleh pengetahuan baru dari hasil gagasan yang ditemukan peserta didik. Pendekatan ini dimulai dari suatu permasalahan  dalam disiplin ilmu, sehingga memotivasi peserta didik untuk mencari pemecahannya. Langkah kegiatan yang dilakukan dalam inkuiri terdiri atas: perumusan masalah, pengembangan hipotesis, pengumpulan data, pengolahan data, uji hipotesis, dan penarikan kesimpulan.

5.   Problem-Based Learning
      Kegiatan belajar melalui pemecahan masalah bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi, mengembangkan kemampuan berfikir alternatif, dan kemampuan mengambil keputusan ini adalah kemampuan yang melibatkan keterampilan peroses tinggi . Pengajaran melalui pemecahan masalah terdiri atas lima langkah, yaitu: identifikasi masalah; pengembangan alternatif; pengumpulan data untuk menguji alternatif; pengujian alternatif; dan pengambilan keputusan.
Inti dari suatu pemecahan masalah adalah keputusan terbaik untuk menyelesaikan masalah yang ada.Karena itu dalam pemecahan masalah kemampuan mengidentifikasi merupakan kegiatan pertama yang sangat penting.
6.   Cooperative-Learning
Pendekatan kooperatif adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri atas dua orang atau lebih. Straregi ini menempatkan  peserta didik sebagai bagian dari suatu sistemkerja sama dalam mencapai hasil belajar yang optimal, metode ini mendorong kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah yang ditemui selama pembelajaran karena peserta didik dapat bekerja sama dengan peserta didik lainnya dalam menemukan dan merumuskan alternatif pemecahan masalah pada materi yang dihadapi. Untuk melaksanankan strategi pembelajaran ini, guru perlu mempersiapkan dan merencanakannya dengan matang, agar peserta didik dapat berinteraksi satu sama lain. Dalam interaksi ini, peserta didik akan membentuk komunitas yang memungkinkan mereka menyenangi dan mencintai proses belajar.
Menurut Zahorik dalam Udin S. Winataputra, dkk (2011:7.17) mengatakan ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktik pembelajaran kontekstual yaitu.
a. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge)
b. Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari
secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya.
c. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan cara menyusun (1) konsep sementara (hipotesis), (2) melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan atas dasar tanggapan itu (3) konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.
d. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge)
e. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.
Penerapan CTL dalam kelas terdapat tujuh  langkah yang harus diperhatikan, sebagai berikut.
  1. Kembangkan pemikiran bahwa peserta didik akan belajar lebih bermakna dengan cara membangun pengetahuannya sendiri sedikit demi sedikit, yang hasilnya dierluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong (constructivism). Pembelajaran yang berorientasi kontruktivisme menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif melalui proses pembelajaran yang bermakna. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada peserta didik. Oleh karena itu, peserta didik dapat belajar dari teman melalui kerja kelompok ataupun diskusi. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata atau masalah yang disimulasikan. Dengan demikian, pengetahuan akan keterampilan akan didapat, perilaku akan terbentuk atas terbentuk atas kesadaran sendiri.
  2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan menemukan untuk semua topik (Inkuiry). Kegiatan menemukan (Inkuiry )merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh peserta didik bukan hasil mengingat fakta dan konsep, tetapi hasil menemukan sendiri. Hal ini bisa terjadi jika, guru selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan. Kegiatan ini merupakan sebuah siklus. Siklus tersebut adalah: “(1) Observasi (Observation); (2) Bertanya ( questioning); (3) mengajukan dugaan (hipothesis); (4) Pengumpulan data (Data gathering); dan (5) Penyimpulan (conslucion)”.
  3. Kembangkan sifat ingin tahu dengan bertanya (questioning) karena pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam rangka menggali informasi, menginformasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya. Kegiatan bertanya, mutlak diperlukan dalam pembelajaran pengetahuan sosial. Bertanya dapat dilakukan antara peserta didik dengan peserta didik, guru dengan peserta didik, peserta didik dengan nara sumber. Aktifitas bertanya, juga ditemukan ketika mengamati. Melalui bertanya, peserta didik   akan memperoleh pengetahuan. Sejalan dengan berkembangnya pengetahuan, akan berkembang pula keterampilan dan sikap.
  4. Ciptakan masyarakat belajar atau belajar dalam dalam kelompok-kelompok (Learning Community). Hasil belajar akan akan diperoleh dari sharing atau kerja sama antara teman, antar kelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Dalam kelas kontekstual, guru diharapkan melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Belajar dalam kelompok, tetap lebih baik hasilnya dari pada belajar sendiri. Wujud masyarakat belajar di dalam kelas adalah pembentukan kelompok, bekerja berpasangan, mendatangkan nara sumber di kelas.
  5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran (Modeling). Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru oleh peserta didik, misalnya tentang berupa cara mengopersikan sesuatu. Dalam pemodelan, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan peserta didik. Kegiatan permodelan dapat berbentuk demonstrasi, bermain peran, pemberiaan contoh tentang konsep atau aktifitas belajar. Wujud modelling dalam pembelajaran pengetahuan sosial misalnya cara menggunakan globe, menunjuk gambar, menunjukkan perilaku seseorang, menggunakan alat komunikasi telepon dan sebagainya.
  6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan (reflection), yaitu cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir ke belakang tanpa apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu. Kegiatan refleksi merupakan bagian penting dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Guru perlu menyiksakan sedikit waktu pada akhir pembelajaran, untuk mengadakan refleksi. Realisasinya dapat berupa pernyataan langsung dari guru, catatan atau jurnal di buku peserta didik, cara-cara lain yang ditempuh guru untuk mengarahkan peserta didik kepada pemahaman mereka tentang materi yang telah dipelajari
  7. Makukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara(Authentic Assesment).Assesment merupakan proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar peserta didik. Penilaian sebenarnya perlu dilakukan guru dalam pembelajaran, baik penilaian proses maupun hasil. Adapun ciri-ciri penilaian autentik adalah sebagai berikut.
    1. Harus mengukur semua aspek pembelajaran: proses, kinerja dan produk
    2. Dilaksanakan selama selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung
    3. Menggunakan berbagai cara dan berbagai sumber
    4. Tes hanya salah satu alat pengumpul data penilaian
    5. Tugas-tugas yang diberikan kepada peserta didik harus mencerminkan bagian-bagian kehidupan peserta didik yang nyata setiap hari, mereka harus dapat menceritakan pengalaman atau kegiatan yang mereka lakukan setiap hari.
    6. Penilaian harus menekankan kedalaman pengetahuandan keahlian peserta didik, bukan keluasannya (kuantitas).
E.     PEMIKIRAN CTL TENTANG BELAJAR
Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecendrungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut :
1. Proses belajar
Ø Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri
Ø Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru
Ø Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki sesorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan
Ø Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisak, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
Ø Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
Ø Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi didrinya, dan bergelut dengan ide-ide
Ø Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan sesorang.
2. Transfer Belajar
Ø Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain
Ø Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi sedikit)
Ø Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu
3. Siswa sebagai Pembelajar
Ø Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru
Ø Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting
Ø Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui.
Ø Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.
4. Pentingnya lingkungan Belajar
Ø Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan.
Ø Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka.Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya
Ø Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar
Ø Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.
F.     RANCANGAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN IPS.
Hakikat Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Hakikat ilmu pengetahuan sosial (IPS) adalah telaah tentang manusia dan dunianya.Manusia sebagai makhluk sosial selalu hidup bersama dengan sesamanya.Dalam kehidupannya manusia harus menghadapi tantangan-tantangan yang berasal dari lingkungannya maupun sebagai hidup bersama, ilmu pengetahuan sosial (IPS) memandang manusia dari berbagai sudut pandang.
Ilmu pengetahuan sosial (IPS) elihat bagaimana manusia hidup bersama dengan sesamanya, dengan tetangganya dari lingkungan dekat sampai yang jauh.Bagaimana keserasian hidup dengan lingkungannya baik dengan sesama manusia maupun linkungan alamnya.Bagaimana mereka melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan kata lain bahan kajian atau bahan belajar IPS adalah manusia dan lingkungannya.
          Setiap manusia sejak lahir telah berinteraksi dengan manusia lain, misalnya dengan ibu yang melahirkannya, ayahnya, dan keluarganya. Selanjutnya setelah usia taman kanak-kanak ia akan berinteraksi dengan teman-teman sekelasnya, dan dengan gurunya. Sesuai dengan bertambahnya umur, maka interaksi tersebut akan bertambah luas, begitu juga ia akan mendapat pengalaman dan hubungan sosial dari kehidupan masyarakat disekitarnya.
          Dari pengalaman tersebut anak akan mengenal bagaimana seluk beluk kehidupan. Misalnya bagaimana cara seseorang memenuhi kebutuhan hidupnya, cara menghormati orang yang lebih tua, sebagai anggota masyarakat harus mentaati aturan atau norma-norma yang berlaku, mengenal hal-hal yang baik dan buruk, maupun benar dan salah. Semua pengetahauan yang telah melekat pada diri anak tersebut dapat dikatakan sebagai “pengetahuan sosial” dengan demikian dalam diri kita masing-masing dengan kadar yang berbeda-beda, sebenarnya telah terbina pengetahuan sosial tersebut sejak kecil, hanya namanya belum kita kenal dan kenal setelah secara formal memasuki bangku sekolah
Dari kenyataan di atas dapat kita ketahui bahwa antara aspek-aspek kehidupan itu saling ada keterkaitan, aspek ekonomi terkait dengan aspek psikologi dan sosial-budaya.Kebutuhan hidup manusia tidak sekedar memenuhi aspek ekonomi tetapi manusia juga perlu untuk menambah pengetahuan, seperti yang anda lakukan sekarang ini.
Kegiatan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran IPS pada prinsipnya terdiri dari tiga langkah yaitu :
1. Kegiatan Pendahuluan (Awal)
Kegiatan utama yang dilaksanakan dalam pendahuluan pembelajaran ini di antaranya untuk menciptakan kondisi-kondisi awal pembelajaran yang kondusif, melaksanakan kegiatan apersepsi (apperception), dan penilaian awal (pre-test). Penciptaan kondisi awal pembelajaran dilakukan dengan cara: mengecek atau memeriksa kehadiran peserta didik (presence, attendance), menumbuhkan kesiapan belajar peserta didik (readiness), menciptakan suasana belajar yang demokratis, membangkitkan motivasi belajar peserta didik, dan membangkitkan perhatian peserta didik. Melaksanakan apersepsi (apperception) dilakukan dengan cara: mengajukan pertanyaan tentang bahan pelajaran yang sudah dipelajari sebelumnya dan memberikan komentar terhadap jawaban peserta didik, dilanjutkan dengan mengulas materi pelajaran yang akan dibahas.
2. Kegiatan Inti Pembelajaran
Kegiatan inti merupakan kegiatan dalam rangka pelaksanaan pembelajaran terpadu yang menekankan pada proses pembentukan pengalaman belajar peserta didik (learning experiences )
Kegiatan lainnya di awal kegiatan inti pembelajaran terpadu yaitu menjelaskan alternatif kegiatan belajar yang akan dialami peserta didik. Dalam tahapan ini guru perlu menyampaikan kepada peserta didik tentang kegiatan-kegiatan belajar yang harus ditempuh peserta didik dalam mempelajari tema/topik, atau materi pembelajaran terpadu. Kegiatan belajar yang ditempuh peserta didik dalam pembelajaran terpadu lebih diutamakan pada terjadinya proses belajar yang berkadar aktivitas tinggi. Pembelajaran berorientasi pada aktivitas peserta didik, sedangkan guru lebih banyak bertindak sebagai fasilitator yang memberikan kemudahan-kemudahan kepada peserta didik untuk belajar. Peserta didik diarahkan untuk mencari dan menemukan sendiri apa yang dipelajarinya, sehingga prinsip-prinsip belajar dalam teori konstruktivisme dapat dijalankan. Dalam hal ini, guru harus berupaya menyajikan bahan pelajaran dengan strategi mengajar yang bervariasi, yang mendorong peserta didik pada upaya penemuan pengetahuan baru.
3. Kegiatan Akhir (Penutup) dan Tindak Lanjut
Secara umum kegiatan akhir dan tindak lanjut dalam pembelajaran terpadu di antaranya:
Ø menyimpulkan pelajaran dan kegiatan refleksi;
Ø melaksanakan penilaian akhir (post test);
Ø melaksanakan tindak lanjut pembelajaran melalui kegiatan pemberian tugas atau latihan yang harus dikerjakan di rumah, menjelaskan kembali bahan pelajaran yang dianggap sulit oleh peserta didik, membaca materi pelajaran tertentu, dan memberikan motivasi atau bimbingan belajar; dan
Ø mengemukakan topik yang akan dibahas pada waktu yang akan datang, dan menutup kegiatan pembelajaran.
4. Evaluasi dan Penilaian
Objek dalam penilaian pembelajaran terpadu mencakup penilaian terhadap
proses dan hasil belajar peserta didik. Penilaian proses belajar adalah upaya pemberian nilai terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan peserta didik, sedangkan penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai dengan menggunakan kriteria tertentu. Hasil belajar tersebut pada hakikatnya merupakan pencapaian kompetensi-kompetensi yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi tersebut dapat dikenali melalui sejumlah hasil belajar dan indikatornya yang dapat diukur dan diamati. Penilaian proses dan hasil belajar itu saling berkaitan satu dengan lainnya, hasil belajar merupakan akibat dari suatu proses belajar.
Penilaian dalam pembelajaran IPS terpadu dalam satu topik/tema mencakup beberapa Kompetensi Dasar. Namun ada Kompetensi Dasar atau indikator yang tidak bisa dipadukan, sehingga harus dibelajarkan dan dinilai secara terpisah.
Penilaian yang dikembangkan mencakup teknik, bentuk dan instrumen yang digunakan terdapat pada lampiran.
a. Teknik Penilaian
Teknik penilaian merupakan cara yang digunakan dalam melaksanakan penilaian tersebut. Teknik-teknik yang dapat diterapkan untuk jenis tagihan tes meliputi: (1) Kuis dan (2) Tes Harian.
Untuk jenis tagihan nontes, teknik-teknik penilaian yang dapat diterapkan adalah: (1) observasi, (2) angket, (3) wawancara,(4) tugas, (5) proyek, dan (6) portofolio.
b. Bentuk Instrumen
Instrumen merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat ketercapaian kompetensi. Apabila penilaian menggunakan tehnik tes tertulis uraian, tes unjuk kerja dan tugas rumah yang berupa proyek, harus disertai rubrik penilaian.
Bentuk instrumen merupakan alat yang digunakan dalam melakukan penilaian/pengukuran/evaluasi terhadap pencapaian kompetensi peserta didik. Bentuk-bentuk instrumen yang dikelompokkan menurut jenis tagihan dan teknik penilaian adalah:
• Tes: isian, benar-salah, menjodohkan, pilihan ganda, dan uraian.
• Nontes: panduan observasi, kuesioner, panduan wawancara, rubrik, dan unjuk kerja.


Ciri pembelajaran CTL dalam IPS
n  proses belajar mengajar berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa belajar dan mengalami,bukan sekedar transfer pengetahuan dari guru ke siswa,
n Pembelajaran yang dapat memaksimalkan peran siswa dalam proses belajar mengajar.
n Pembelajaran akan lebih bermakna bagi siswa sebab mereka menjadi pelaku utama pembelajaran dengan mencari sendiri sumber belajar,informasi serta menganalisis informasi - informasi tersebut dengan mengikutsertakan pengetahuan atau materi yang  telah mereka miliki sebelumnya.
n siswa dapat menemukan hubungan yang bermakna antara ide - ide yang bersifat abstrak seperti materi dengan situasi dunia nyata serta membangun interaksi antar siswa melalui belajar dalam kelompok yang mejemuk.
Secara kontekstual (CTL) Pembelajaran IPS harus mampu membangun beragam kecerdasan:
Intelektual mengenai kemajemukan yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari para siswa.
Sosial dalam berkomunikasi,bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global
Emosional berupa toleransi terhadap perbedaan serta afeksi terhadap nasib tidak beruntung yang dialami kelompok lain, kepedulian sosial, jiwa demokratis dalam masyarakat majemuk
Kinetika dalam mempraktekkan kemajemukan seperti menolong orang lain yang tidak beruntung.
Dalam CTL Kajian tentang kemajemukan dalam IPS dapat dilakukan melalui:
Pendekatan konstruktivistik (constructivisme),inkuiri (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community),pemodelan (modelling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (authentic assesment).
Secara kontekstual, fokus kajian pendidikan multiculture pada IPS adalah pada:
1. Hubungan etnisitas yang tidak hanya didasarkan atas asal usul keturunan (genetika) melainkan juga hubungan pergaulan sesuai lokalitas tempat tinggal.
2. hubungan antargender untuk mengangkat isu kesetaraan/equality.
3. hubungan antar status sosial ekonomi sebagai kemajemukan baru dalam masyarakat yang berubah.
Pembelajaran CTL mengenai kemajemukan dapat dikemas melalui:
1. dialog antor siswa yang majemuk mengenai persoalan sehari-hari dalam konteks hubungan antar kelompok etnis.
2. pembelajaran kooperatif antar siswa berlatarbelakang keluarga berbeda untuk membangun kerjasama dan saling pengertian antar kelompok yang berbeda.
3. bertanya (questioning)mengenai beragam masalah yang ditemukan dalam hubungan antar etnis dalam beragam discourse (wacana).
4. problem solving mengenai terjadinya beragam konflik yang disebabkan oleh kemajemukan.
CTL mengenai multiculture dikemas dalam PBM IPS dengan cara:
1.Pemilihan tema/topik yang kontekstual dan mengacu pada SKKD IPS
2.Tema disesuaikan dengan Usia siswa, Jenjang Pendidikan SD/MI –SMA/MA
3.Dikembangkan secara terpadu dalam IPS dan dengan mapel lain.
4.Tema dimulai dari yang dekat dengan lingkungan siswa dan meluas dalam lingkungan yang lebih jauh (expanding Community)
Tema mengenai keragaman dalam PBM IPS kontekstual:
Menggunakan expanding communityyang meliputi topik-topik kemajemukan dalam:
1. keluarga dan lingkungan terdekat
2. Daerah setempat seperti kecamatan, dan distrik
3. Lingkungan provinsi, negara, negara tetangga yang memiliki kemajemukan.
 untuk tingkat SD menyatakan bahwa, pengetahuan sosial (sebutan IPS dalam kurikulum 2004), bertujuan untuk :
1.    Mengajarkan konsep-konsep dasar sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah dan kewarganegaraan, pedagogis, dan psikologis.
2.    Mengembangkan kemampuan berfikir kritis dan kreatif, inquiri, memecahkan masalah, dan keterampilan sosial.
3.    Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
4.    Meningkatkan kemampuan bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, baik secara nasional maupun globa.
G.    KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Ø Keunggulan dari pembelajaran Kontekstual
 1) Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.
2) Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.
 3) Kontekstual adalah pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental
 4) Kelas dalam pembelajaran Kontekstual bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di lapangan
5) Materi pelajaran dapat ditemukan sendiri oleh siswa, bukan hasil pemberian dari guru
6) Penerapan pembelajaran Kontekstual dapat menciptakan suasana pembelajaran yang bermakna
Ø kelemahan dari pembelajaran kontekstual
1) Diperlukan waktu yang cukup lama saat proses pembelajaran Kontekstual berlangsung
 2) Jika guru tidak dapat mengendalikan kelas maka dapat menciptakan situasi kelas yang kurang kondusif
 3) Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam m CTL, guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ”penguasa” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
 4) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula






BAB III
PENUTUPAN
A.    Kesimpulan
Untuk mengaplikasikan pembelajaran kontekstual dapat digunakan berbagai metode yang membuat siswa aktif dalam proses pembelajaran seperti problem based learning, cooperatif learning, project based learning, servic learning dan work based learning. Untuk mewujudkan pembelajaran kontekstual guru harus menggunakan metode yang banyak melibatkan pengalaman belajar siswa secara langsung.
Cooperatve learning merupakan salah satu alternatif plihan yang dapat mewujudkan pembelajaran kontekstual. Penerapan model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dirasa sangat sesuai karena mengkaji permasalahan yang autentik dan membangun rnasyarakat belajar (learning comunity). Di dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, namun siswa juga harus mempelajari ketrampilan-ketrampilan khusus yang disebut ketrampilan kooperatif. Ketrampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok. Sedangkan peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok selama kegiatan. Dengan model ini diharapkan tujuan dan misi pembelajaran IPS yaitu mendidik dan membekali siswa dengan seperangkat pengetahuan , sikap, nilai, moral dan ketrampilan untuk memahami lingkungan sosial masyarakat dapat dicapai Untuk mengaplikasikan pembelajaran kontekstual dapat digunakan berbagai metode yang membuat siswa aktif dalam proses pembelajaran seperti problem based learning, cooperatif learning, project based learning, servic learning dan work based learning





DAFTAR PUSTAKA